Selasa, 19 Juli 2016

kunjungan museum



KUNJUNGAN MUSEUM DI SANGIRAN DAN TAWANGMANGU JAWA TENGAH

A.    Moseum Purbakala Sangiran
a)      Wilayah Sangiran Museum Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia.Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa dataran rendah yang terletak antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah barat serta Lawu di sebelah timur.
Secara administratif Sangiran terletak di Kabupaten Sragen (meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.Sangiran terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen atau + 17 km dari Solo) situs ini menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2 juta tahun lalu).
Situs Sangiran merupakan daerah perbukitan yang mencakup kawasan seluas 32 km² dengan bentangan arah dari utara ke selatan kurang lebih 8 km dan dari barat ke timur kurang lebih 4 km². Daerah ini meliputi 12 kelurahan di 4 kecamatan, yaitu kecamatan kalijember, gemolong, plupuh, dan godangrejo. Daerah sangiran memiliki sebuah sungai yang membelah daerah tersebut menjadi dua yaitu  kali cemara yang bermuara di bengawan solo.
Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di Indonesia dan 50% di seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977. Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di Merida, Mexico yang menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage (warisan dunia) No. 593.

b)     Sejarah Situs Sangiran
Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu.Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang raksasa).Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka.Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi.
Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian Von Koeningswald, maupun para ahli lainnya.Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan.
Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah.Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke Museum tersebut.Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak dan dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.
Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada tahun 1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan sebagai basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi selatan.Saat ini museum tersebut sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan dan dijadikan Pendopo Desa Dayu.
Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih besar di Desa Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.Kompleks Museum ini didirikan di atas tanah seluas 16.675 m². Bnagunannya antara lain terdiri dari Ruang Pameran, Ruang Pertemuan/ Seminar, Ruang Kantor/ Administrasi, Ruang Perpustakaan, Ruang Storage, Ruang Laboratorium, Ruang Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang Garasi, dan Kamar Mandi. Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu dipindahkan ke museum yang baru ini.Museum ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan sebagai pusat perlindungan dan pelestarian kawasan Sangiran.
Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi Jawa Tengah melengkaspi Kompleks Museum Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual di sisi timur museum.Dan tahun 2004 Bupati Sragen mengubah interior Ruang Knator dan Ruang Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap.Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.

c)      Proses Terbentuknya Sangiran
Pada awalnya sangiran merupakan lautan dangkal.Pada saat itu keadaan bumi masih belum stabil seperti sekarang, di beberapa bagian bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam perut bumi yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen.Sangiran juga mengalami hal serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari dalam bumi) terjadi pengankatan dan pelipatan pada permukaan laut sangiran. Akibat dn pelipatan permukaan maka terbentuklah daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan tersebut sehingga menjadi danau dan rawa-rawa.
Saat terjadinya masa glacial (pembekuan), permukaan air laut menyusut, itu disebabkan karena adanya pembekuan es di kutub utara maka muncullah daratan di permukaan bumi. Danau dan rawa sangiran yang terbentuk dari lautan dangkal juga menjadi daratan kering.
Proses pembentukan situs sangiran erat kaitannya dengan aktivitas gunung lawu tua. Kubah sangiran diperkirakan terbentuk akibat gaya kompresi dari runtuhan gunung Lawu tua, gaya endogen berupa pengakatan dan pelipatan tanah serta gaya gravitasi bumi. Gaya kompresi yang sama juga menyebabkan terbentuknya kubah-kubah lain seperti: Kubah Gemolong, Kubah Gamping, Kubah Bringinan, Kubah Gesingan, dan Kubah Munggur.
Tenaga endogen yang terjadi berulang-berulang mengakibatkan permukan tanah di sangiran naik akibatnya adanya dorongan di dalam dan membentuk bukit.Kemudian karena aktivitas gunung lawu membuat tanah perbukitan longsor dan membentuk kubah, tanah di sekitar sungai cemarapun ikut longsor.Akibat dari hal tersebut, terbentuklah lapisan tanah yang berbeda dari lapisan tanah permukaan.Lapisan tanah yang terbentuk adalah lapisan dari jaman purbakala dimana hsil dari terbentuknya tanah sangiran membuat para ahli purbakala dan masyarakat sekitar menemukan bukti-bukti kehidupan masa prasejarah.Higga kini lapisan tanah (stratigrafi) yang dapat ditemukan dan diteliti terdapat 4 lapis.
Situs sangiran merupakan daerah perbukitan yang terbentuk dari fragmen-fragmen batu gamping foraminifera dan batu pasir yang tercampur dengan Lumpur saat masa halosen. Juga yang endapan alivial yang terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil, dan krakal dengan ketebalan kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat di sungai cemara. Sungai cemara yang mengalir didaerah sangiran merupakan sungai anteseden yang menyayat kubah sangiran.Hal ini menyebabkan struktur kubah dan stratifigrafi tanah daerah sangiran dapat dipelajari dengan baik.
Tersingkapnya tanah di tepi sungai cemara menunjukan aktivitas erosi dan sedimentasi yang intensif pada masa sekarang. Proses erosi tersebut mengakibatkan munculnya fosil-fosil binatang maupun manusia purba di permukaan tanah sehingga sering ditemukan fosil-fosil setelah turun hujan.
Akibat dari dorongan tenaga endogen pada awalnya, aktivitas erosi dan sedimentasi yang tinggi maka menyebabkan pengangkatan dan pelipatan tanah sangiran, sehingga lapisan tanah sangiran terbagi dari 4 lapisan (dari lapisan teratas) yaitu Formasi Notopuro, Formasi Kabuh, Formasi Pucangan dan Formasi Kalibeng.

d)     Formasi Lapisan Sangiran
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, formasi penyusun daerah sangiran merupakan urutan dari pengendapan syn-orogenic danpost-orogenic (proses pengendapan bahan rombakan yang terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan Kendeng yang berada disebelah utara Sangiran), kecuali formasi tertua.
Urutan formasi yang menyusun daerah Sangiran adalah Formasi Kalibeng, Pucangan, Kabuh dan Notopuro.
1.      Formasi Kalibeng
Formasi ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan Klaijambe dan  Kabupaten Sragen. Umur formasi ini adalah Pliosen (2 juta -1,8 juta tahun yang lalu). Persebaran Dormasi Kalibeng ditemukan disekitar Kubah Sangiran, dan membentuk perbukitan yang landai. Ketebalan formasi ini mencapai 126,5 m. satuan litologinya berupa lempung abu-abu kebiruan setebal 107 m, pasir lanau setebal 4,2 – 6,9 m, batu gamping balanus setebal 0 - 10,1M.
Pada formasi ini banyak ditemukan fosil-fosil Foraminifera dan Moluska laut. Antara lain ditemukan : arca (anadara), arcitectonica, lopha (alectryonia), Conus, Mirex, Chlamis, Pecten, Prunum, Turicula, renella spinoca, anomia, arcopsis, linopsis, dan turitella acoyana. Fosil-fosil tersebut merupakan ciri dari lingkungan pengendapan laut dangkal.

2.      Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini terdiri dari dua satuan litologi yaitu satuan breksi laharik dan satuan napal bercampur batu lempung. Ketebalan formasi ini mencapai 157,5 m. sedang umur formasi ini adalah plestosen bawah ( 1,8juta-900ribu).
 Satuan breksi laharik, terbentuk akibat pengendapan banjir lahar hujan yang diselingi pengendapan sungai normal dilingkungan air payau. Ketebalan satuan ini berkisar antara 0,7-46 m. satruan ini termasuk Formasi Pucangan Bawah, berumur Plestosen Bawah. Kandungan fosil pada lapisan ini sangat jarang.Namun diantaranya ditemukan sedikit fosil moluska laut jenis anadara, korbicula, dan murex.
Satuan napal dan batu lempung,  termasuk Formasi Pucangan Atas, yang berumur plestosen bawah. Satuan ini berwarna abu-abu muda sampai  tua, yang bila lapuk berwarna hitam. Ketebalan lapisan ini mencapai 113,5 m. pada satuan ini ditemukan tiga horizon moluska laut yang bercampur dengan gigi ikan hiu, yang menandakan bahwa pada masa itu pernah terjadi transgresi laut, meskipun mungkin kejadiannya sangat singkat.
Moluska laut yang lain ditemukan berasosiasi dengan kayu, belerang, peat, bulus dan buaya yang menunjukkan lingkungan payau-payau tepi laut. Selain horizon moluska laut, ditemukan juga lapisan tanah Diatome  yang berwarna putih kecoklatan, dengan penyebaran yang cukup lama.
3.      Formasi Kabuh
Formasi ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan Klaijambe dan  Kabupaten Sragen. Umur formasi ini adalah Plestosen  atas sampai plestosen tengah (900ribu-200ribu tahun yang lalu).
Formasi kabuh mempunyai ketebalan 5,8 – 58,6 M. lapisan ini mempunyai kandungan litologi berupa lempung lanau , pasir, besi dan kerikil. Satuan litologi tersebut ditemukan berselang- seling dengan lapisan konglomerat dan batu lempung vulkanik (tuf).Dibawah lapisan ini ditemukan lapisan batu pasir, konglomerat “calcareous” dengan ketebalan lebih dari 2M yang merupakan ciri lingkungan transisi antara lautan dan daratan.
Lapisan tuf yang terkandung dalam formasi kabuh dibedakan atas lapisan tuf  bawah, tuf tengah, dan tuf atas. Lapisan tuf bawah terletak pada formasi kabuh dengan ketebalan 4,2 – 20 M, lapisan tuf tengah terdapat pada formasi kabuh dengan ketebalan 5,8 – 20M, dan lapisan tuf atas pada formasi kabuh atas dengan ketebalan 3,4-16M.
Kandungan fosil formasi kabuh meliputi hewan vertebrata dan moluska air payau. Fosil vertebrata yang ditemukan antara lain : bovidae, babi, buaya, bulus, banteng, gajah dan rusa. Sedang fosil moluska air payau yang ditemukan meliputi astartea, melania, dan corbicula.Selain itu ditemukan pula fosil cetakan daun.

4.      Formasi Notopuro ( mad volcano)
Formasi notopuro terletak secara tidak selaras diatas formasi kabuh dengan ketebalan sekitar 47 M. satuan litologinya berupa : kerikil, pasir, lanau, lempung, air tawar, lahar pumisan dan tuf. Lapisan lahaar yang terkandung dalam lapisan ini, berdasarkan letaknya dibagi 3 yaitu : lapisan lahar atas, lapisan lahar teratas dan lapisan pumiceatas. Berdasarkan adanya lapisan lahar tersebut, formasi notopuro dibedakan menjadi 3 : formasi notopro bawah, formasi notopuro tengah dan formasi notopuro atas.
Lapisan notopuro bawah dimulai lapisan lahar atas sampai lapisan lahar teratas, dengan ketebalan antara 3,2- 2,89 M. Kandungan litologinya berupa pasir tufan dengan kerikil fluvial, lanau, lempung, fragmen kerikil andesit dan formasi tuf andesit.
Formasi notopuro tengah mulai muncul pada lapisan lahar atas sampai lapisan lahar teratas, dengan ketebalan maksimum 20M.formasi ini mengandung pasir bercampur  kerikil dan lanau tufan, kecuali pada lapisan lahar yang terletak didasar. Pada formasi ini tidak ditemukan fosil mammalian sama sekali.
Formasi notopuro atas dimulai dari lapisan pumiceatas secara tidak selaras terletak diatas formasi notopuro tengah dan bawah, ketebalan formasi ini mencapai 25 M dan tersebar di daerah sangiran sebelah utara dan daerah sangiran sebelah timur. Kandungan litologinya berupa tuf dan bola-bola pumisan.
e)      Pembagian Ruang di Museum Sangiran
1.      Ruang Pamer 1 bertemakekayaan Sangiran dan berbagai fosil yang ditemukan di daerah Sangiran oleh Prof. Dr. Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald dan sejumlah peneliti lainnya. Di Ruang ini banyak fosil yang berhasil ditemukan, antara lain fosil binatang darat (gajah, harimau, dll), binatang air (kudanil, buaya, dll), bebatuan dan berbagai peralatan yang terbuat dari batu yang dulu pernah dibuat dan digunakan manusia purba yang tinggal di Sangiran.
Di Ruang Pamer 1, juga terdapat buku kegiatan digital yang berisi tentang Evolusi Manusia Purba. Buku ini berisi tentang Teori Darwin, Teori Migrasi dan tokoh lainnya lengkap dengan penjelasan mengenai temuan.

2.      Ruang Pamer 2, bertema Langkah-Langkah Kemanusiaan dan berisi diorama manusia purba serta profil para peneliti Indonesia setelah merdeka. Langkah-langkah kemanusiaan dijelaskan pada teori evolusi.Mulai dari Seleksi Alam, Adaptasi danVariasi. Seleksi Alammenjelaskan tentang keturunan suatu makhluk tampaknya sama dengan induk atau saudaranya, kemudian makhluk yang mampu menyesuaikan diri (adaptasi) akan bertahan hidup dan hingga bisa menciptakan suatu variasi.Setiap makhluk yang dilahirkan itu mempunyai unsur keturunan masing-masing, unik. Di Ruang Pamer 2, di sini terdapat beberapa diorama lain dari yang lain. Terdapat diorama G.H.R. von Koenigswald .Seorang geolog dan salah satu penemu tengkorak “Sangiran II” yang kemudian disebut sebagai Pithecanthropus erectusKoenigswald terlihat gagah, tapi bajunya sepertinya terlalu kecil.Selain diorama para penetili, terdapat patung manusia purba.Patung Manusia purba disajikan seakan-akan menggambarkan kegiatan mereka ketika masa itu.Disana tampak menggambarkan menyalakan api dengan sebuah alat. Menurut keterangan dari pemandu, meski ada patung yang menggambarkan sedang menyalakan api, namun sampai sekarang belum ditemukan fosil alat yang digunakan untuk menyalakan api. Entah itu menggunakan batu atau sejenisnya, tapi sampai sekarang belum ditemukan.Masih banyak patung yang menggambarkan kegiatan mereka pada jaman dahulu, misalnya; berburu, masak dan makan bersama.

3.      Ruang Pamer 3, bertema tentang Homo Erectus dan berisi replika kehidupan species Homo erectus. Pada tahun 2004, ditemukan sisa-sisa prasejarah dari goa Leang Boa di Flores yang kemudian terkenal dengan namaHomo Floresiensis. Temuan ini menggemparkan dunia, karena dia merupakan individu dewasa tetapi berpostur pendek, dengan tinggi bandan kira-kira 106 cm. Hidup pada 18.000-13.000 tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian perkakas yang ditemukan, Homo Floresiensis tergolong manusia yang cerdas, mampu menggunakan alat kayu dan bambu sebagai alat utama untuk mengadakan pemburuan.

f)       Koleksi Museum Sangiran
1.      Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2.      Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).
3.      Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .
4.      Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5.      Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak
6.      Koleksi lainnya
a)      Fosil kayu yang terdiri dari:
1. Fosil kayu                                                                                                            Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi pucangan
2.  Fosil batang pohon
Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi pucangan
b)      Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c)      Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan atas.
d)     Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi berumur 700.000-500 tahun
e)      Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh

f)       Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
ü  Mastodon
ü  Stegodon
ü  Elephas
g)      Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan pucangan atas.
h)      Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
i)        Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
j)        Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.
k)      Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas kala pleistosen bawah
l)        Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi pucangan atas.
m)    Fosil Molusca
a.       Klas Pelecypoda
b.      Klas Gastropoda
n)      Binatang air
ü  Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan
ü  Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
ü  Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan
B.     Obyek Wisata Tawangmangu
Tawangmangu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.Kecamatan ini ternama karena merupakan daerah wisata yang sangat sejuk.
Tawangmangu dikenal sebagai obyek wisata pegunungan di lereng barat Gunung Lawu yang bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama sekitar satu jam dari Kota Surakarta (Solo). Tempat ini sejak masa kolonial Belanda telah menjadi tempat berwisata.Obyek tujuan wisata utama adalah air terjunGrojogan Sewu (tinggi 81 m).Di tempat tetirah ini tersedia berbagai sarana pendukung wisata seperti kolam renang dan berbagai bentuk penginapan.Dari Tawangmangu dapat dimulai pendakian ke puncak Gunung Lawu (Pos Cemorokandang).Selain itu, dari sini terdapat jalan tembus yang menuju ke Telaga Sarangan di Magetan lewat Cemorosewu.
Tawangmangu berada pada areal pegunungan yang subur dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. Namun demikian kota kecil ini telah terkenal hingga ke manca negara karena kawasan ini merupakan obyek pariwisata yang cocok untuk dijadikan pilihan saat berlibur maupun berdarma wisata.
Selain udaranya yang sejuk, keindahan alam di sekitarnya tidak kalah menarik dengan kawasan lain di indonesia, terlebih lagi didaerah ini terkenal dengan produksi pertanian penghasil sayur mayur selain dari keberadaan obyek wisata Air Terjun Grojokan Sewu. Tawangmangu sendiri telah menjadi pilihan bagi orang-orang perkotaan untuk membangun villa-villa, maupun berinvestasi dengan mendirikan hotel-hotel & penginapan.
Grojogan Sewu adalah salah satu air terjun yang berada di Jawa Tengah. Terletak di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Air terjun Grojogan Sewu terletak di lereng Gunung Lawu. Grojogan Sewu terletak sekitar 27 km di sebelah timur Kota Karanganyar. Air terjun Grojogan Sewu merupakan bagian dari Hutan Wisata Grojogan Sewu.
Disebut Grojogan Sewu bukan karena terdapat Grojogan yang berjumlah 1000 (sewu) melainkan karena adanya percikan air yang sangat banyak dari air terjun.